PT Equityworld Futures Semarang – Saat Dolar AS Runtuh, 5 Aset Ini Bisa Jadi Alternatif Pengganti USD
PT Equityworld Futures Semarang – Dolar Amerika Serikat atau USD tidak akan hilang, akan tetapi deretan aset ini perlahan-lahan mengurangi dominasi Greenback. Dolar AS diketahui sudah menjadi mata uang cadangan dunia sejak perang dunia kedua, serta memainkan peran penting dalam perdagangan dunia.
Tapi belakangan gerakan dedolarisasi semakin menggema secara global, dimana banyak negara mulai membuang dolar AS seiring sanksi Barat terhadap Rusia terkait invasinya ke Ukraina. Beberapa pemimpin dunia hingga tokoh bisnis memberikan peringatan soal penggunaan dolar AS sebagai alat untuk menghukum.
Negara-negara yang terkena sanksi seperti Rusia dan negara-negara berkembang seperti Argentina baru-baru ini mulai menggunakan yuan China untuk perdagangan, terutama dengan China.
Meski begitu, tidak ada indikasi dominasi dolar bisa memudar di masa mendatang, hanya karena mata uang tersebut merupakan bagian integral dari ekonomi dunia.
Dolar sejauh ini masih menjadi mata uang cadangan paling dominan di dunia – yang berarti USD menjadi mata uang asing paling dominan yang dipegang oleh bank sentral dan lembaga keuangan besar untuk dipakai mulai mulai dari investasi hingga pembayaran.
Dilansir Bussiner Insider, lebih dari 70% cadangan devisa dunia disimpan dalam dolar AS pada tahun 1999. Namun persentase tersebut mulai menyusut, menjadi di bawah 60% pada kuartal keempat 2021, kata Dana Moneter Internasional atau IMF.
Ketika selalu ada pesaing strategis Amerika – seperti China – tidak akan berhenti menantang hegemoni Amerika. Terdapat mata uang alternatif seperti krona Swedia, won Korea Selatan, dan dolar Australia dan Kanada yang telah mengurangi kekuatan greenback.
Selain itu ada juga beberapa aset yang bisa menjadi alternatif saat dolar AS runtuh. Berikut 5 aset yang mencoba menggulingkan dominasi dolar.
1. Emas Kembali Sebagai Penyimpan Nilai
Bank sentral masih menyimpan emas di tengah perdebatan global tentang de-dolarisasi. Anjloknya nilai beberapa mata uang negara berkembang – seperti peso Argentina – juga memacu negara-negara ini untuk melihat aset alternatif untuk cadangan mereka, seperti emas.
Bank sentral Zimbabwe belum lama mengadopsi emas untuk mendukung penjualan pertama mata uang digitalnya, dolar digital Zimbabwe. Negara ini ingin mengurangi permintaan greenback menyusul anjloknya mata uang fiat, yang tidak dipatok dari dolar AS pada 2019.
"Gejolak geopolitik ini tidak akan hilang," kata Karen Karniol-Tambour, co-CIO perusahaan manajemen investasi Bridgewater Associates, pada sebuah konferensi.
Ada "dukungan sekuler yang bergerak lambat untuk emas," katanya.
"Aset tertua dan paling tradisional, emas, sekarang menjadi kendaraan pemberontakan bank sentral terhadap dolar," tulis Chairman Rockefeller International, Ruchir Sharma speerti dilansir The Financial Times.
Pada kuartal pertama tahun 2023, bank sentral mengambil 228,4 ton emas yang ditambahkan ke cadangan global. Angka tersebut meningkat 176% dari tahun lalu, menurut World Gold Council.
Meski begitu masih berada di belakang rekor pembelian emas oleh bank sentral pada tahun 2022, usai mengambil 1.136 ton logam kuning, tulis dewan dalam laporan Februari 2023.
2. Mata Uang Digital
Mata uang digital menjadi salah satu aset yang juga bersaing untuk merebut posisi dolar. Tercatat Yuan China sudah ada dalam format digital, yang telah memicu perdebatan de-dolarisasi bahkan pada tahun 2021 ketika masih menjalani pengujian publik.
Yuan digital "adalah komponen kunci dari alternatif tatanan berbasis dolar yang sedang dibangun Beijing," kata Diana Choyleva, kepala ekonom di Enodo Economics, kepada Nikkei pada Agustus 2021.
Selain konflik geopolitik, menyelesaikan pembayaran lintas batas dalam yuan digital juga bisa lebih murah dan lebih mudah daripada sistem berbasis dolar. Menurut Choyleva, penggunaannya juga bisa meningkat secara internasional.
Yuan digital diluncurkan secara bertahap di China, ketika beberapa kota mulai menerapkannnya seperti Changshu yang mulai membayar pegawai negeri dalam mata uang digital. Bahkan Zimbabwe meluncurkan dolar Zimbabwe Digital yang didukung oleh emas.
3. Kripto
Mata uang kripto kerap disebut menjadi pengganti potensial buat dolar Amerika (USD). Jack Dorsey, salah satu pendiri Twitter (sekarang X) dan CEO Block (sebelumnya Square) sempat mengungkapkan pandangannya terkait peluang Bitcoin (BTC) menggantikan dolar AS.
Dia menjelaskan bahwa dolar AS dan yuan China merupakan dua entitas yang sudah mengontrol nilai uang dan tidak dapat dihindari. "Sedangkan (dengan) Bitcoin, Anda memiliki lebih banyak kendali dan memiliki lebih banyak hak pilihan bebas di sekitarnya," jelas Dorset.
Menurutnya hal itu akan memakan waktu, namun Ia menyakini sedikit demi sedikit orang akan melihat nilai dari sistem ini dan mengapa sistem ini begitu kuat dan mengapa sistem ini berpotensi menjadi pelengkap atau pengganti dolar AS yang mengatur segalanya dan saat ini sedang ditantang oleh yuan China.
Soal potensi Kripto sebagai pengganti USD, bank sentral AS menekankan tidak melihat akhir dominasi dolar AS akan segera terjadi. Meski bank sentral mengaku khawatir soal surutnya dominasi dolar AS.
Hal ini berasal dari berbagai faktor, termasuk sanksi terhadap Rusia, disfungsi politik AS, kebangkitan aset digital, upaya China untuk mempromosikan yuan, dan potensi fragmentasi geoekonomi yang dapat merugikan peran USD sebagai mata uang cadangan dunia.
4. Mata Uang BRICS
BRICS yang pada awalnya hanya terdiri dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan mendorong terbentuknya mata uang bersama. Gagasan tersebut dilontarkan oleh Presiden Rusia Vladimir Putin pada awal Juni 2022.
Belakangan konsep tersebut mulai mendapatkan daya tarik lagi di tengah gerakan de-dolarisasi. "Mengapa kita tidak bisa melakukan perdagangan berdasarkan mata uang kita sendiri?" ungkap Presiden Brasil, Luiz Inácio Lula da Silva selama kunjungan kenegaraan ke China pada April, lalu menurut The Financial Times.
"Siapa yang memutuskan bahwa dolar adalah mata uang setelah hilangnya standar emas?" tambahnya.
Meski belum dipastikan waktunya, namun wacana ini telah banyak menuai sorotan karena dianggap menjadi ancaman bagi dolar Amerika Serikat (USD). Pembahasan mata uang bersama terus dibahas BRICS, terlebih setelah perluasan dengan kehadiran anggota baru seperti Mesir, Iran, Ethiopia, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.
"Mengapa negara-negara BRICS membutuhkan mata uang kelompok seperti SDR? Orang hanya berpikir ini adalah langkah untuk mengatasi hegemoni IMF yang dirasakan AS dan akan memungkinkan BRICS untuk membangun pengaruh dan unit mata uang mereka sendiri dalam lingkup itu," tulis Chris Turner, kepala pasar global di bank Belanda ING dalam catatannya Juni 2022.
5. Mata Uang Lokal ASEAN
Salah satu cara melepaskan ketergantungan pada dolar AS yakni dengan menerapkan transaksi mata uang lokal atau yang dikenal dengan istilah Local Currency Transaction (LCT). Dua kelompok ekonomi besar, dimana salah satunya ASEAN meneken LCT untuk memuluskan upaya membuang dolar (USD).
Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Filipina telah meneken kerjasama transaksi pembayaran lintas batas. Ini melalui kode QR, fast payment, data, hingga transaksi mata uang lokal. Meski begitu menurut Ekonom Amerika Serikat peraih penghargaan nobel di bidang ekonomi Joseph Stiglitz menerangkan, bakal sulit menggantikan dolar sebagai mata uang cadangan global atau reserve currency.
Komentar
Posting Komentar